Tanjungpriok – Tangerang

Bismillah,

Masih seputar masa lalu, masa – masa saat saya masih tinggal di Jakarta. Kehidupan yang menantang di kota besar itu. Dimana tidak ada makanan enak sebelum keringat menetes. Artinya, saya harus berusaha sendiri, jauh dari orang tua untuk kali pertamanya. Pekerjaan perdana pasti sangat menggoda, membuat hati berdebar-debar saat menunggu gaji pertama. Berharap gaji perdana bisa pas-pasan. Pas untuk beli baju, pas untuk membeli perlengkapan cuci dan makan selama satu bulan, pas untuk jalan-jalan, pas bisa menabung, pas buat bayar kos-kosan, dan lain sebagainya :mrgreen:

Dan alhamdulillah, semuanya bisa tercapai. Siapapun pasti kurang lebih akan berpikiran sama denganku, kesan pertama waktu kerja begitu menggoda, selanjutnya….?? ya lanjutin saja sendiri.

Beberapa bulan tinggal di Jakarta, saya masih belum tahu seluk beluk kotanya, saya jarang bepergian karena memang pekerjaannya yang begitu padat. Pergi pagi pulang petang, masuk kandang langsung terlelap. Kadang-kadang pergi malam, pulang pagi, begitu siklusnya setiap hari. Ada pengecualian untuk hari sabtu dan minggu, meskipun biasanya hari sabtu masih masuk kerja juga, hanya sampai jam 2 siang. Nah, hanya dua waktu tersebut yang bisa saya pergunakan untuk menjelajah kota.

Walaupun sebagian besar keluarga saya berada di Jakarta (Perantauan), saya belum tahu benar jalanan menuju ke sana (Kebayoran lama dan Tangerang). Tapi, saya tetap mengunjungi budhe dan pakdhe saya di sana dengan bantuan om. Sudah pasti setiap sabtu sore, om menjemput saya di sunter menuju kebayoran lama. Dari kebayoran lama baru saya tahu angkutan yang digunakan menuju tempat budhe yang ada di tangerang. Om kembali mengantarkan saya pada hari minggu malamnya, karena alasan merepotkan itu lah saya merasa tidak enak, selalu merepotkan om. Makanya, setelah kurang lebih 6 bulan di jakarta, saya memilih naik angkutan sendiri.

Dengan bantuan dari teman-temanku yang sudah dahulu menetap di Jakarta, saya mencari tahu angkutan apa saja yang digunakan untuk ke tempat saudara-saudara saya. Akhirnya dapat infonya juga, dari Papanggo ke terminal tanjungpriok duku menggunakan angkot 03A, yang harus ditempuh dengan jalan kaki terlebih dahulu sekitar 300 meter dari kos. Atau kalau tidak, naik 04, hanya jalan kaki 100 meter, cuma sedikit agak lama, karena rute yang jauh. Setelah sampai di terminal Tanjung Priok, naik minibus jurusan Priok-Blok M, dengan kode 89 untuk non AC atau 49 pake AC, tarifnya saat itu masih 2.000 yang non AC dan 4 ribu yang ber-AC. Kemudian, dari Blok M naik lagi metromini 69, jurusan Blok M-Ciledug. Kalau saya ke Kebayoran, bisa turun di pasar setelah jalan layang, lalu jalan kaki sebentar menuju ke rumah budhe yang pertama.

Sedangkan kalau ingin ke Tangerang ikuti metromini sampai ke Ciledug. Perjalanan masih cukup jauh, saya harus naik lagi B1 (yang ini agak lupa), angkotnya berwarna kuning dan hijau. Sekitar 30 menit sampai daerah cipondoh,  turun di gang jambu dan masih harus jalan kaki sekitar 15 menitan. Atau kalau tidak mau terlalu capek, bisa minta anterin ojek / becak. Baru bisa tidur di tempat Budhe, hehehe. Sebenarnya saya bisa saja minta djemput sepupu saya dari ciledug atau dari ujung gang, tapi saya tidak mau merepotkan mereka. Karena biasanya sampai di Cipondoh sekitar jam 11 malam waktu setempat. Total seluruh perjalanan dari kos-kosan saya ke Tangerang adalah 5 – 6 jam, tergantung lancar atau tidaknya perjalanan.

Sabtu sore setelah kerja, saya berangkat. Sekitar jam setengah 6 sore, sampai di Tanjung priok biasanya saya mampir sholat di masjid dekat pintu gerbang jalan ke pelabuhan. Terus melanjutkan perjalanan kembali dan sholat isya di masjid dekat rumah budhe saya. Nanti kembali pulang pada minggu sore juga, sehabis sholat ashar sampai kos-kosan jam 9-10 malam. Pulangnya tergantung ada tidaknya angkutan 😆 , kalau beruntung ya bisa naik, kalau tidak ya mau bagaimana lagi, terpaksa menginap di masjid blok M, untungnya saya selalu beruntung 😀 . Biasanya saya lebih santai saat pulangnya, bisa santai memilih masjid untuk sholat maghrib dan isya.

Itulah sedikit pengalaman saya di Jakarta. Tentunya ini baru sklumit kehidupan saya di Jakarta jika dibandingkan dengan ibu, bapak, saudara, saudari yang sudah menahun di Jakarta, atau malah yang memang tinggal di sana sejak lahir. Insya Allah akan saya lanjutkan kapan-kapan, hehe..

Saya pernah nyasar lho?? Gara-gara ngantuk.. tunggu ceritanya esok hari.. Selamat berakhir pekan, keep smile.. 🙂

30 responses to “Tanjungpriok – Tangerang

  1. Assalamualaikum pak..wah masa lalu sellau indah buat dikenag ya pak…

    Seorang hard worker ya..dari senin ampe jumat keja terus berangkat pagi pulang patang… o___o Sabtu yaa masih berangkat…

    Masya ALLAH…semoga dapet ridhonya gusti ALLAH….

    Hemh…nyasar? oke lah saya tunggu part-2nya…
    Ngomong2 nyasar saya juga pernah nyasar…xixixix

  2. kalau saya suka nih kalau kesasar pas di Jakarta.. sebab kita bisa tahu berbagai daerah di Jakarta. Bahkan pernah juga saya muter2 Monas pas malam hari, gara-gara enggak tahu lor kidul pas mau balik ke rumah kontrakan hehehe

  3. wah gila … 5-6 jam perjalanan?? ckckckckc… emang siy priok ke tangerang itu dr ujung ke ujung!!! ..
    pengalaman hidup yah … apapun bentuknya, bersyukur aja 🙂

  4. rata-rata kalau perantau pasti bisa survive ya mas… untuk ukuran orang yang berjuang sendiri (saya) waktu ngejalaninnya sih bawaannya darting 😆 tapi begitu sekarang sudah lumayan ada hasilnya… jadi seneng cerita… ya mungkin nanti mas bisa cerita ke anak2nya ya… kesuksesan bapaknya seorang perantau…

  5. Saya yg biasa dikota kecil, kalau di Jakarta rasanya mumet, apalagi kalau ditengah keramaian.
    Kemana2 ketendang orang melulu.
    Memang apa2 ada, tapi premannya juga lebih banyak kayaknya.

Komen